Ini kisah nyata, sewaktu masih dibangku SMA, kira-kira 30 tahun lalu. Aku rajin ikut latihan bela diri silat bersama kawan-kawan di kampung. Seminggu 2 kali kami latihan. Begitulah kebiasaan masyarakat Betawi, selepas shalat isya.
Hampir setiap minggu, ada saja tambahan jurus yang harus kami pelajari, dan lucunya, tiap kali selesai latihan, kami berkumpul, sekadar ngobrol sambil beristirahat, lalu tangan kami diurut, karena selalu ada saja bagian tangan yang bengkak, karena beradu dan diadu. Anehnya, selalu aku yang dapat tugas membantu sang guru mengurut lengan kawan-kawan.
Saat-saat istirahat setelah latihan itulah kisah ini dimulai…
Tiap kali selesai latihan silat, guruku selalu memberi “amalan” kepada semua murid-muridnya, kecuali aku. Amalan yang dimaksud adalah bahwa setiap murid harus menjalankan suatu laku, seperti puasa, wirid dan zikir mengucapkan beberapa kalimat yang sudah ditentukan oleh sang guru. Dan setelah waktu yang diperintahkan untuk menjalankan amalan tersebut selesai, biasanya kami akan melakukan uji coba. Ada yang bisa melayang, melempar orang tanpa menyentuhnya, berjalan di udara, di air, dan lain sebagainya. Lucunya, setiap kali uji coba itu dilakukan, aku hanya bisa menyaksikan tanpa ikut terlibat langsung di dalamnya.
Sebagai anak muda, keinginan untuk kelihatan lebih hebat, apalagi sakti, mendorongku untuk bertanya pada guru silatku. Pada suatu malam, ku beranikan bertanya, “Bang (begitu panggilan akrab kami untuk sapaan terhadap guru silat kami), setiap minggu ada saja kawan yang memiliki kemampuan dan kesaktian luar biasa, kenapa saya gak pernah diberikan amalan seperti mereka?” Mendengar pertanyaanku, sang guru malah tertawa, seraya berkata, “kamu sudah sakti, kamu hanya cukup membaca bismillah dan kamu akan memiliki kemampuan lebih dibanding kawan-kawan”, demikian guruku berkata. Seperti mendengar jawaban cinta dari sang kekasih, hatiku berbunga-bunga luar biasa. “Aku sakti, hanya dengan bismillah”, gumamku sambil senyum-senyum sendiri.
Setelah latihan malam itu, sepanjang perjalanan pulang, ku ucapkan “Bismillah” berkali-kali sambil bergaya akan terbang seperti Superman, tapi sedikitpun tubuhku tak melayang seperti teman-temanku saat latihan. Lalu ku coba memukul pohon dipinggir jalan dengan harapan akan roboh dengan pukulan yang diawali “Bismillah”, ternyata juga tak bergeming, bahkan tanganku jadi keseleo. Setiba di rumah, ku coba pikirkan. Mungkin aku kurang yakin atau ada yang salah dengan kesaktianku. Hendak bertanya lagi sudah malu. Sebab aku sudah sangat diyakinkan bahwa hanya dengan membaca “Bismillah”, maka apapun bisa kulakukan. Sampai akhirnya aku lulus SMA, tak sekalipun ilmu “Bismillah” itu berhasil ku praktekkan.
Beberapa tahun setelah aku kuliah di Surabaya, saat ada kesempatan libur ke Depok. Ku sempatkan mampir ke rumah guru silatku yang dulu. Dengan hangat dia menyambut kedatanganku di rumahnya yang sederhana. Pada kesempatan itu, ku beranikan melampiaskan rasa penasaranku akan ilmu “Bismillah” yang dia berikan. “Bagaimana caranya dan apa syaratnya menggunakan ilmu “Bismillah” itu”, tanyaku sporadis. Lagi-lagi sambil tertawa, guru silatku itu menjawab, “Selama di Surabaya, kamu sudah kemana saja?”, tanyanya. Setelah ku jawab, dia meneruskan, “Kamu ke Timor Timur bisa melayang (terbang) di udara, berpindah bahkan menyeberangi lautan, teman-temanmu tidak semuanya bisa seperti kamu. Bahkan di Timor Timur, tak satupun peluru menembus tubuhmu, kamu bisa mencabut pohon tanpa menyentuhnya, dengan cara membayar orang lain untuk menggantikanmu mencabut pohon itu.” Demikian guruku nyerocos panjang kali lebar dan membuatku tertegun.
Kamu tahu apa pelajaran yang kau dapat, guruku balik bertanya. Subhanallah, aku terbengong-bengong dengan jawaban guru silatku. Jadi selama ini aku sudah mempraktekkan ilmu “Bismillah” itu. Aku bisa terbang meski dengan pesawat, bisa menyeberangi lautan, bisa tak kena peluru di Timor Timur karena memang tidak pernah terlibat kontak senjata langsung. Kini aku baru pahami, saat memulai sesuatu dengan do’a (Bismillah), dan diniatkan dengan baik apapun yang akan kita kerjakan, maka kita akan mampu melakukan sesuatu dengan sangat luar biasa. Keyakinan adalah kunci. Tidak perlu dengan ilmu kesaktian. Kalau kita mau kebal terhadap pukulan orang atau peluru sekalipun, berbuat baiklah kepada semua orang, maka tak akan ada orang yang memukul atau menembak kita. Bukankah itu lebih hebat dari ilmu kebal manapun. Tidak perlu bermantra, kita sudah bisa berpindah dari satu pulau ke pulau lain, dari satu Negara ke Negara lain, karena kita punya materi dan ilmu serta dengan sedikit doa dan keyakinan. Jadi, kita bisa menjadi manusia sakti hanya dengan selalu berbuat baik dan berbagi pada sesama, ditambah sedikit doa saat akan memulai suatu pekerjaan dengan keyakinan…
#elang oleng