Jakarta, CITRAMEDIA – Melindungi seluruh rakyat dan segenap tumpah darah indonesia…bermakna juga melindungi rakyat dari kemiskinan, keterbelakangan dan keterpurukan. Mengentaskan kemiskinan, memberi kesempatan bagi individu untuk berkembang secara penuh, berkontribusi kepada masyarakat serta meningkatkan harkat dan martabatnya.
Sejak awal, pembangunan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera merupakan konsep yang diperjuangkan secara konsisten dan berkelanjutan hingga saat ini. Hasilnya, telah memberikan dampak luar biasa dimana bangsa ini tidak saja berhasil mencapai transisi demografi dalam waktu separuh dari waktu yang semestinya dibutuhkan secara teoritis. Selain itu memungkinkan juga tercapainya penerimaan norma keluarga kecil oleh mayoritas masyarakat, ditandai dengan angka kelahiran total mencapai 2.1. Bangsa ini juga mendapatkan bonus demografi ditandai dengan kelompok umur produktif yang lebih besar dibanding kelompok non produktif, sehingga angka ketergantungan makin mengecil.
Dalam rangka mengisi cita cita kemerdekaan yang tertuang dalam bait bait pembukaan undang undang dasar dan dalam menyongsong Indonesia Emas 2045, maka masalah kemiskinan harusnya mendapatkan momentum untuk menjadi prioritas utama dan pertama dalam pembangunan nasional.
Selama era reformasi memang pengentasan kemiskinan selalu menjadi burning issues dan memenuhi ruang publik, terutama disaat menjelang pesta demokrasi. Namun disayangkan tidak berbanding lurus dalam pelaksanaannya.
Tidak bisa dipungkiri bahwa perhatian terhadap pengentasan kemiskinan, sangat menonjol, terbukti dengan makin bertambah banyaknya lembaga/ kementerian yang terlibat menanganinya. Demikian juga dengan anggaran, selalu bertumbuh makin besar jumlahnya. Namun justru disitulah masalah utamanya.
Selama tidak ada satu kementerian/lembaga setingkat menteri yang diberikan tanggung jawab dan tugas fungsi untuk menangani kemiskinan, maka kesalahan serta hasil hasilnya akan selalu berulang. Setiap lembaga/kementerian akan berlomba lomba membuat tugas fungsi penangan kemiskinan untuk mendapatkan sumber dana pembangunan. Prinsip “money follows function” akan berlaku. Fungsi ada dan diadakan maka alokasi danapun didapat. Kedepan masalah ini harus dihentikan, oleh karena dengan model penanganan seperti ini tidak efektif dan hasilnya seperti kita maklumi bersama tidak mencapai hasil dan target maksimal. Jumlah penduduk miskin disetiap akhir pemerintahan tidak bergeming jumlahnya berkisar diantara 25-35 juta. Demikian pula halnya dengan penanganan masalah strategik lainnya seperti stunting, tidak akan mencapai target untuk menurunkannya dari 24 % menjadi 14% pada tahun 2024.
Pemerintahan baru harus berani membuat kebijakan baru, kebijakan untuk masa depan/ policy for the future. Harus berani dan mau meninggalkan kebijakan masa lalu yang tidak efektif. Hal itu semata-mata untuk mengefektifkan penanganannya serta untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
Pengentasan kemiskinan akan berjalan lebih efektif bilamana tugas fungsi itu diserahkan kepada satu “Kementerian” yang diberikan tanggung jawab sehingga pengentasan kemiskinan itu bisa efektif dijalankan dan jelas siapa penanggung jawab yang mengelola pelaksanaannya dari hari ke hari, day to day.
Koordinasi adalah kata kata yang mudah diucapkan, demikian juga sinkronisasi, sinergi dan integrasi hanya ada diatas kertas, baik dalam pelaksaan program, terlebih masalah anggaran, pastinya rumit dan ruwet karena adanya ego sektoral dan fokus masing masing kementerian/lembaga berbeda
Kedepan seharusnya cara cara penanganan masalah strategis seperti kemiskinan, stunting, gizi dan pangan, sudah saatnya ditunjuk kementerian/lembaga setingkat menteri untuk itu. Status, itu sangat penting untuk mendapatkan kewenangan dan menghilangkan masalah dan hambatan birokrasi.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana secara konseptual dan system operesional serta data mikro yang handal akan memudahkan dan menjamin kecepatan pelaksanaan operasional dilaksanakan. Bilamana masalah pengentasan kemiskinan dan stunting itu ditransformasikan kedalam tugas fungsi BKKBN akan jauh lebih efektif dibanding dengan membentuk satu lembaga baru untuk menangani tugas fungsi pengentasan kemiskinan dan stunting tersebut. BKKBN bila diberikan tugas fungsi pengentasan kemiskinan dan masalah penurunan stunting, pada hakikinya masalah itu merupakan “bahagian” dari pembangunan Keluarga Bahagia Sejahtera dan Keluarga Berkualitas. Juga bilamana ditransformasi menjadi Kementerian akan mempunyai kewenangan yang akan lebih memudahkan pelaksanaannya dilapangan, bekerjasama dengan berbagai stakeholders, karena BKKBN secara struktur ada sampai dengan tingkat grassroots.
Mentransformasi kelembagaan merupakan satu strategi yang efektif untuk menangani program strategik agarp pemerintahan baru segera dapat mengeksekusi janji janji kampanyenya tanpa harus belajar dulu.
Hambatan birokrasi akan selalu menghadang dan memperlambat pelaksanaan operadmsional prorgram strategik yang ingin dilaksakan oleh Presiden Terpilih bilamana mengambil jalan dengan membentuk lembaga/kementerian baru. Hambatan tidak saja masalah terkait dengan struktur tetapi juga pengisian personalia yang mumpuni yang akan mengisi.Terlebih lagi soal soal anggaran dan penganggaran yang tentunya membutuhkan waktu. Lembaga baru butuh waktu untuk bisa running, sedangkan waktu efektif pemerintahan itu hanya 3.5-4 tahun.
Kementerian kependudukan itu pernah ada pada era: Kabinet Pembangunan IV,V,VI, tahun 1983-1998, Kabinet Reformasi Pembangunan 1998-1999 dan Kabinet Persatuan Nasional 1999-2000.