“Karena itu adalah impian Edmund Hillary, bukan impian saya. Impian saya adalah berhasil membantu dan mengantarkannya meraih impiannya.”
Gunung Chomo Lungma, sebuah gunung yang berada di perbatasan antara Nepal dan Tibet, memiliki ketinggian 8.848 meter atau 29.029 kaki di atas permukaan laut. Dalam bahasa Tibet, Chomo Lungma berarti Dewi Tanah. Sementara orang-orang Inggris menyebutnya gunung Everest, seperti yang kita kenal sampai kini. Everest diambil dari nama seorang surveyor abad 19, Sir George Everest.
Daya tarik gunung Everest mengundang banyak para pendaki untuk menaklukkan puncaknya. Dalam catatan sejarah, orang pertama yang berhasil menaklukkan puncak tertinggi di planet ini adalah seorang berkebangsaan Selandia Baru Bernama Edmund Hillary.
Tapi apakah benar, Hillary merupakan manusia pertama yang mampu menjejakkan kaki di kepala Sang Dewi Tanah atau puncak Everest tersebut? Ikuti penelusuran catatan jurnalis Citra Media, Abdullah Dado berikut ini.
Sejarah Penaklukkan Puncak Everest
Menelisik catatan sejarah, dikutip dari portal Pendaki Cantik, upaya penaklukkan puncak Everest sudah dilakukan sejak tahun 1921 oleh penjelajah dari Inggris.
Mereka mampu menyusuri dataran tinggi Tibet sejauh 400 mil hingga ke kaki gunung. Walau akhirnya upaya pendakian dihentikan akibat badai. Kendati demikian, salah seorang pendaki, George Leigh Mallory berhasil membuka rute yang memungkinkan untuk didaki.
Setahun kemudian, Mallory mencoba mendaki kembali bersama George Finch dan Geoffrey Bruce. Upaya mereka terhenti di ketinggian 27.000 kaki akibat insiden yang menewaskan setidaknya tujuh orang Sherpa (Istilah bagi pemandu pendakian di gunung Everest) tertimbun longsoran salju.
Pada tahun 1925, Inggris kembali membuat ekspedisi pendakian Everest. Edward Norton kala itu berhasil mencapai ketinggian 28.128 kaki, tanpa menggunakan oksigen buatan.
Selang empat hari dari rombongan Norton, Mallory dan Andrew Irvine juga melakukan pendakian lantas dikabarkan menghilang. Ironisnya, pada tahun 1999, jasad Mallory yang masih utuh baru ditemukan. Hingga kini masih menjadi misteri, apakah Mallory dan Irvine telah mencapai puncak Everest atau belum.
Setelah perang dunia kedua usai, Inggris yang masih berambisi menaklukkan Sang Dewi, kembali melakukan ekspedisi pada tahun 1950 dan 1951. Kali ini melalui rute Tenggara, namun masih menemui kebuntuan.
Tenzing Norgay Sang Sherpa Legendaris
Setahun setelah gagalnya ekspedisi tim Inggris terakhir, penjelajah dari Swiss, Raymond Lambertt nyaris mencapai puncak Everest. Dia terhenti di ketinggian 28.210 kaki. Pendakian yang dipandu seorang sherpa kawakan Bernama Tenzing Norgay, dihentikan akibat kekurangan perbekalan.
Mendengar pencapaian tim ekspedisi Swiss, Inggris kembali mempersiapkan ekspedisi besar-besaran. Tahun 1953, Kolonel John Hunt memimpin ekspedisi ambisius ini. Selain upaya penaklukkan, ekspedisi ini juga menjadi kado jelang penobatan Ratu Elizabeth II.
Hunt melaksanakan ekspedisi dengan membentuk tim berisi pendaki-pendaki handal melalui seleksi secara ketat yang berasal dari negara-negara persemakmuran Inggris. Di antaranya George Lowe dan Edmund Hillary yang berasal dari Selandia Baru.
Demi kesuksesan ekspedisi, Hunt mempersiapkan segala perlengkapan dan kebutuhan secara maksimal. Termasuk merekrut pemandu pilihan, satu di antaranya adalah Tenzing Norgay.
Ekspedisi dimulai bulan Mei 1953. Mereka mendaki dengan membuka jalur baru melalui Khumbu Icefall. Pada tanggal 26 Mei 1953, Charles Evans dan Tom Bourillon mampu mendekati hingga berjarak 300 kaki menuju puncak. Namun akibat tidak berfungsinya alat dan tabung oksigen, mereka terpaksa harus Kembali.
Selanjutnya, Edmund Hillary melanjutkan pendakian, didampingi Tenzing Norgay. Pada 28 Mei 1953, mereka mendirikan tenda di ketinggian 27.900 kaki.
29 Mei 1953, sekitar pukul Sembilan pagi, mereka mencapai puncak selatan dan pada pukul 11.30 Edmund Hillary mampu menjejakkan kaki di puncak tertinggi di muka bumi ini. Dia menorehkan sejarah sebagai manusia pertama yang berhasil menaklukkan puncak Everest. Bukan saja kebanggaan pribadi, capaian tersebut menjadi kado terbaik untuk dipersembahkan bagi Elizabeth Alexandra Mary yang dinobatkan sebagai ratu Inggris bergelar Ratu Elizabeth II pada tanggal 1 Juni 1953.
Pencapaian Edmund Hillary tak lepas dari peran sang pemandu, Tenzing Norgay yang secara kebetulan pada hari bertepatan dengan hari ulang tahunnya yang ke 39.
Kabar keberhasilan tim ekspedisi Inggris menaklukkan Everest tersebar ke se-antero dunia. Dan Ratu Elizabeth II memberi gelar kebangsawanan Inggris kepada Edmund Hillary dengan sebutan Sir Edmund Hillary.
Sementara Tenzing Norgay, sang pemandu hanya dikenang sebagai seorang sherpa yang berhasil mendampingi Hillary mencapai puncak Everest.
Saat sesi wawancara, seorang reporter sempat menanyakan kepada Norgay tentang misi penaklukkan tersebut. Di mana posisi seorang pemandu saat melakukan pendakian? Secara logika, seharusnya Norgay yang mencapai puncak lebih dahulu.
“Ya, benar sekali, pada saat tinggal selangkah mencapai puncak, saya persilakan dia (Edmund Hillary) untuk menjejakkan kakinya dan menjadi orang pertama yang berhasil menaklukkan puncak gunung tertinggi di dunia ini.”
Mengapa dia melakukan itu?
Jawaban Tenzing Norgay justru menjadi catatan sejarah yang juga tak lekang oleh jaman.
“Karena itu adalah impian Edmund Hillary, bukan impian saya. Impian saya adalah berhasil membantu dan mengantarkannya meraih impiannya.”
Sebuah penaklukkan yang tak kalah hebatnya dibanding jejak kaki di puncak tertinggi, tetapi dia juga memberikan pesan moral yang membumi. Penaklukkan atas diri sendiri dengan segala ego dan keserakahan manusia. Kerendahan hati Norgay mampu menaklukkan kesombongan puncak Everest yang menjulang tinggi.
Catatan :
Tenzing Norgay,
Lahir : 29 Mei 1914, di distrik Khumbu
Wafat : 9 Mei 1986, di Darjeeling, India
Kebangsaan: Nepal.
*Dirangkum dari berbagai sumber